#pendidikan keluarga
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cross Culture dan Pendidikan Keluarga
Tahun 80-an, para orang tua dari suku Tionghoa di Medan mendidik anak-anak mereka secara keras, termasuk dalam hal pergaulan. Anak-anak mereka dilarang bergaul secara bebas dan terbuka dengan anak-anak Melayu, Batak, Nias, Jawa, dst. Hasilnya? Dua dekade kemudian, anak-anak tadi tetap merasa diri orang asing, dan orang-orang yang mereka sebut sebagai pribumi pun memandang dirinya sebagai orang…
View On WordPress
1 note
·
View note
Text
Pentingnya Adab Sebelum Ilmu: Pondasi Etika dalam Pendidikan
Adab, atau etika, adalah prinsip-prinsip perilaku yang baik yang membentuk dasar dari interaksi manusia. Sebelum seseorang memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu, memiliki adab yang baik adalah hal yang esensial. Dalam konteks pendidikan, pentingnya adab sebelum ilmu sangatlah signifikan, karena adab adalah fondasi yang kuat bagi pembelajaran yang bermakna dan berkualitas. Artikel ini akan membahas mengapa adab sebelum ilmu sangat penting dalam pendidikan, bagaimana adab memengaruhi pembelajaran, dan bagaimana kita dapat mengintegrasikan nilai-nilai adab ke dalam lingkungan pendidikan.
Mengapa Adab Sebelum Ilmu Penting dalam Pendidikan?
Membentuk Karakter yang Baik: Adab membantu membentuk karakter individu. Sebelum seseorang memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu, memiliki karakter yang baik adalah hal yang penting. Adab mencakup nilai-nilai seperti kesopanan, kerendahan hati, kejujuran, dan empati, yang merupakan landasan bagi karakter yang baik.
Membangun Lingkungan Belajar yang Positif: Adab menciptakan lingkungan belajar yang positif di mana setiap orang merasa dihargai dan dihormati. Ketika siswa, guru, dan staf pendidikan mempraktikkan adab yang baik, suasana di dalam kelas dan di sekolah secara keseluruhan menjadi lebih harmonis dan produktif.
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran: Ketika siswa mempraktikkan adab, mereka menjadi lebih fokus dan terlibat dalam pembelajaran. Mereka belajar untuk mendengarkan dengan baik, berbicara dengan sopan, dan menghormati pendapat orang lain, yang semuanya merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Membantu Menciptakan Hubungan yang Baik: Adab membantu dalam membangun hubungan yang baik antara siswa dan guru, serta antara siswa satu sama lain. Ketika setiap individu mempraktikkan adab yang baik, hubungan di antara mereka menjadi lebih saling menghargai dan menguntungkan.
Persiapan untuk Kehidupan di Masyarakat: Mengajarkan adab sebelum ilmu membantu menyiapkan siswa untuk kehidupan di masyarakat. Keterampilan sosial dan emosional yang mereka pelajari melalui adab membantu mereka berinteraksi dengan baik dengan orang lain di berbagai situasi, baik di sekolah maupun di luar.
Menanamkan Kesadaran Etis: Adab juga mencakup kesadaran etis, yaitu kesadaran tentang apa yang benar dan salah. Memiliki kesadaran etis yang kuat membantu siswa membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Bagaimana Adab Memengaruhi Pembelajaran?
Menciptakan Kehadiran Mental yang Positif: Ketika siswa mempraktikkan adab, mereka menjadi lebih terbuka terhadap pembelajaran dan memiliki kehadiran mental yang positif. Mereka merasa nyaman dan aman dalam lingkungan belajar, yang memungkinkan mereka untuk fokus pada pembelajaran.
Meningkatkan Partisipasi: Adab yang baik mendorong partisipasi aktif dalam kelas. Siswa yang menghormati pendapat orang lain dan berbicara dengan sopan lebih cenderung untuk berpartisipasi dalam diskusi kelas dan berbagi ide-ide mereka.
Memperkuat Komunikasi: Adab yang baik memperkuat komunikasi antara siswa dan guru. Ketika siswa menggunakan bahasa yang sopan dan menghargai waktu dan ruang belajar guru, komunikasi antara keduanya menjadi lebih efektif dan produktif.
Meningkatkan Kolaborasi: Adab yang baik juga membantu meningkatkan kolaborasi di antara siswa. Ketika siswa menghargai pendapat dan kontribusi satu sama lain, mereka lebih mungkin bekerja sama dalam proyek-proyek kelompok dan mencapai hasil yang lebih baik.
Membangun Keterampilan Sosial dan Emosional: Praktik adab membantu membangun keterampilan sosial dan emosional siswa, seperti empati, pengendalian diri, dan kerjasama. Ini adalah keterampilan yang sangat berharga tidak hanya dalam pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Integrasi Nilai-Nilai Adab ke dalam Lingkungan Pendidikan
Program Pembinaan Karakter: Sekolah dapat mengembangkan program pembinaan karakter yang melibatkan pelatihan adab sebagai bagian integral dari kurikulum mereka. Program semacam itu dapat mencakup pelatihan dalam hal-hal seperti sopan santun, kerendahan hati, kejujuran, dan empati.
Pendidikan Etika: Sekolah juga dapat memasukkan pendidikan etika ke dalam kurikulum mereka, yang mencakup pemahaman tentang prinsip-prinsip etika dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Model Perilaku Positif: Guru dan staf pendidikan dapat berperan sebagai model perilaku positif dengan mempraktikkan adab yang baik dalam interaksi mereka dengan siswa dan sesama staf.
Penghargaan dan Pengakuan: Sekolah dapat memberikan penghargaan dan pengakuan kepada siswa yang menunjukkan adab yang baik. Ini dapat menciptakan insentif tambahan bagi siswa untuk mempraktikkan adab dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Partisipasi Orang Tua: Orang tua juga dapat berperan dalam mengajarkan adab kepada anak-anak di rumah. Mereka dapat memberikan teladan yang baik dan mendukung upaya sekolah dalam membangun budaya adab yang positif.
Untuk artikel lain, silahkan kunjungi website KB-RA Impianku Malang
#pendidikan#parenting#parenting islami#adab#pendidikan anak paud#keluarga#sekolah paud kota malang#tk islam kota malang#mendidik anak usia dini
7 notes
·
View notes
Text
Komisi IV DPRD Pamekasan Tancap Gas Gelar Sidak ke Lima OPD
PAMEKASAN, MaduraPost – Sejak terbentuknya alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Pamekasan yang baru, Komisi IV DPRD Pamekasan langsung bergerak cepat dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mitra kerja. Komisi yang dipimpin oleh Halili Yasin ini terbilang paling aktif dalam mengawasi kinerja OPD di Pamekasan, menunjukkan keseriusan untuk memastikan…
#Dinas Keluarga Berencana#Dinas Kesehatan Pamekasan#Dinas Pendidikan dan Kebudayaan#Dinas Sosial Pamekasan#Evaluasi Pelayanan Publik#inspeksi mendadak#KB#Ketua Komisi IV Halili Yasin#Komisi IV DPRD Pamekasan#OPD#Organisasi Perangkat Daerah#Pamekasan#Pengawasan Layanan Publik#Peningkatan Kualitas Pelayanan#RSUD dr. H. Slamet Martodirdjo#Sidak#Sinergi DPRD dan Pemerintah Daerah#Temuan Kendala OPD#Transparansi Pelayanan
0 notes
Text
Pemkab Bogor Selenggarakan Itsbat Nikah Terpadu di Pamijahan, Bentuk Dukungan Program P2WKSS
RASIOO.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor bersama stakeholder terkait menyelenggarakan itsbat nikah terpadu di lokasi binaan Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS) Desa Cibunian, Pamijahan, Rabu (4/9). Sebanyak 49 pasangan di isbat nikahkan oleh Pengadilan Agama Cibinong di Kantor Desa Cibunian. Itsbat Nikah merupakan permohonan pengesahan nikah yang…
#Alwin#Camat Pamijahan#Hortikultura dan Perkebunan#Kapolsek Pamijahan#Kepala Desa Cibunian#Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak#Kepala Dinas Pendidikan#Kepala Dinas Tanaman Pangan#Kepala DP3AP2KB#Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor#Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB)#Sussy Rahayu Agustini#Wakil Ketua Pengadilan Agama Cibinong
0 notes
Text
Puncak Persaudaraan
Prof Dr Quraisy Shihab Dari Dr Aqua Dwipayana forwarded WA 29/8/2024
0 notes
Text
Tasya Kamila Tunda Studi S3, Fokus pada Keluarga dan Karier
Isi cerita – Aktris dan penyanyi Tasya Kamila membuat keputusan penting untuk menunda melanjutkan pendidikan S3-nya. Meskipun ia telah lama mengincar gelar doktor, saat ini Tasya memilih untuk fokus pada dua hal yang sangat penting dalam hidupnya: merawat anak-anaknya yang masih balita dan menjalankan berbagai proyek profesional yang tengah dijalaninya.
Baca selengkapnya:
0 notes
Text
Panduan Orangtua dalam Memilih Sekolah untuk Anak
MEMILIH sekolah yang tepat untuk anak adalah salah satu keputusan penting yang dihadapi orangtua. Keputusan ini bisa mempengaruhi perkembangan akademik dan sosial anak dalam jangka panjang. Berikut adalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh orangtua dalam memilih sekolah untuk anak mereka: 1. Kurikulum dan Pendekatan Pembelajaran Setiap sekolah mungkin menawarkan kurikulum yang…
View On WordPress
0 notes
Text
Mendidik Anak: Tanggung Jawab Utama Keluarga
Keluarga, salah satu entitas yang sangat penting dalam kehidupan kita. Mereka adalah orang yang awalnya kita jumpai sejak lahir, mereka yang selalu berada di dekat kita saat senang maupun sedih. Mengutip Lentera Keluarga, peranan keluarga sangatlah signifikan dalam menyusun karakter dan mendidik anak-anak. Mereka adalah guru pertama kita, dan melalui hubungan sehari-hari, mereka berikan pelajaran…
View On WordPress
0 notes
Text
Membangun Fondasi Kuat: Keluarga dan Karakter Anak
Keluarga, merupakan entitas yang sangat berarti dalam kehidupan kita. Mereka adalah orang yang pertama kali kita jumpai sejak lahir, mereka yang selalu berada di dekat kita saat senang maupun sedih. Mengutip Lentera Keluarga, peranan keluarga sangatlah signifikan dalam membentuk karakter dan mendidik anak-anak. Mereka adalah guru pertama kita, dan melalui interaksi sehari-hari, mereka berikan…
View On WordPress
0 notes
Text
Mikirin Soal Sistem dan Takdir
Ini sebuah pemikiran yang lumayan liar ke mana-mana, tapi setelah dipikir mendalam, memang hubungan satu sama lain kayak nggak bisa dinafikan.
Apakah kalian percaya bahwa kemiskinan dan ketidakberdayaan seseorang (khususnya di negeri ini sebaga contoh terdekat) itu adalah sebuah bentuk yang sistematis? Kalau bahasa kekiniannya kemiskinan struktural, memang kondisi yang secara sistem disengajakan.
Mengutip dari google : Menurut Selo Soemardjan (1980), kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakt itu sehingga mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia untuk mereka. Orang bekerja sekeras mungkin, dia tetap kesulitan untuk bisa keluar dari jurang kemiskinan.
Dan kondisi ini juga diperparah dengan sistem sosial yang menuntut anak harus membiayai seluruh anggota keluarga. Anggota keluarga membiayai saudara. Dan berbagai macam bentuk ketergantungan finansial akut yang membuat seseorang makin sulit untuk keluar dari lingkaran setan gali lubang tutup lubang.
Ditambah dengan sekolah yang kualitasnya bagus, biayanya tidak terjangkau oleh masyarakat yang rentan ekonomi. Sehingga, output dari pendidikan tidak bisa menjawab masalah dasar yang sebenarnya bisa dientaskan dari pendidikan, yaitu pola pikir.
Lalu, ketika dewasa ini. Kita dihadapkan pada beragam kondisi yang membuat diri kita tersadar bahwa ternyata bisa jadi kita ada dalam kondisi rentan. Sementara akses-akses tertentu, hanya bisa didapatkan oleh teman kita yang lain. Kita sebut itu sebagai privilese, sebagai bahasa kerennya. Tapi sebenarnya, kalau kita kulik lebih dalam, itu adalah bentuk sistem yang memang membuat seseorang tidak bisa mengakses hal tersebut.
Sebagai contoh sederhana, kalau teman-teman ingin membuat sebuah usaha dalam skala kecil tapi legalitas bener. Itu malah ribet banget, terhalang sana sini untuk bisa berkembang. Beda cerita kalau teman-teman memiliki modal kapital yang besar. Cenderung lebih lancar. Seolah-olah, jurang antara usaha kecil kita dengan usaha besar yang udah establish itu gak bisa dijangkau sama sekali. Karena akses untuk ke sana, tidak dibuat lebih mudah. Termasuk untuk inovasi, dsb.
Privilese itu riil banget dan produk dari sebuah sistem. Bayangkan kalau akses-akses pendidikan berkualitas itu bisa diambil oleh siapapun. Buku-buku yang kubeli tiap bulan ratusan ribu itu tersedia di mana-mana untuk bisa dibaca di perpustakaan yang selalu update bukunya. Tontonan yang disajikan di televisi di rumah-rumah orang sebagus channel-channel yang bisa kita akses melalui TV Internet., bahkan bisa kita pilih sendiri salurannya terserah kita dari seluruh dunia. Mata pelajaran soal manajemen finansial bisa diberikan sejak dibangku sekolah, tidak dijual sebagai program-program kelas di usia dewasa. Mata kuliah wirasusaha, bisa diuji coba sejak sekolah dengan akses modal yang lebih mudah.
Kesimpulan dari tulisan ini, ingin menyadarkan kepada teman-teman bahwa kita punya kesempatan untuk memilih takdir yang baik. Kalau kondisi di keluargamu, di lingkunganmu, di pertemananmu, di tempat saat ini kamu berada ternyata semencengkeram itu untukmu bisa maju, mengentaskan diri dari ketidakberdayaan. Kamu bisa memilih dan perlu untuk berani membuat pilihan tersebut. Hijrah kepada takdir yang lebih baik :)
91 notes
·
View notes
Text
Babat alas
Menjadi generasi "babat alas" di keluarga besar itu, berat. Orangtua, bahkan nenek kakek paman tante sampai keluarga jauh, yang gak familiar dengan pendidikan tinggi s1/s2/s3 itu, ya mesti pelan-pelan dijelasin, bahwa pendidikan bukan sekedar "titel" lalu menjadi "asn".
Yang orangtua nya guru besar, menjadi sangat wajar kalau anaknya sekolah sampai s3. Yang orangtuanya bahkan gak SMA? oh berat yorobun. Apalagi di negara patriarki, nilai seorang perempuan melesat ketika sudah menikah. Kamu s3? belum menikah? susah ngejarnya.
--Emang yang minta dikejar siapa?--
Kemarin ada seorang adik yang bertanya kepada ku soal menjadi generasi babat alas, dan single di usia yang sudah tidak lagi muda. Jawaban yang aku lontarkan was like bring back my memories, mesti melewati berbagai drama -ribut, nangis, kabur sejenak, ngomel- sampai akhirnya bisa agak tenang di usia 31-32, yang katanya sih badai akan semakin kencang setelahnya.
Menjadi perempuan, babat alas pendidikan, itu berat, lebih berat lagi berasal dari kabupaten.
9 Desember 2024
71 notes
·
View notes
Text
Apa yang salah?
Haii tumbr .... belum ada cerita bahagia nih.
Kisah taaruf yang sekian kalinya ( hahahaha) perantara salah satu ustadz yang ngisi kajian. Walau ragu karena cv ikhwan yang di kasih hanya tertera nama, tanggal lahir, pekerjaan, tb, bb dan riwayat pendidikan.
Untuk keterangan lain sama sekali tidak ada, baiklah aku juga segera buat cv baru yang lebih sedikit lengkap dari ikhwan, aku mulai dari nama sampai keluarga, kemudian sampai acara nikah nanti seperti apa.
Saat taaruf aku banyak tanya ke pihak ikhwan masalah setelah menikah tinggal dimana, orang tuanya, manajemen keuangan nya nanti gimana, visi misinya apa, nanti punya anak atau tidak gimana, tapi perantara ku bilang kalau pertanyaan-pertanyaan ku itu terlalu idealisme.
______
Aku ," Sudah berapa lama belajar ngaji atau mendalami agama? seberapa jauh persiapan untuk menikah, ilmu, mental dan finansial? visi misi menikah nya apa?
Jawaban ikhwan : Persiapan nikah : ya belajar Agama, berusaha memperbaiki diri dan menabung untuk menyelenggarakan walimah sederhana. Serta berusaha tidak berhutang. Mental menikah : Insya Allah sudah siap mengingat umur sudah kepala 3. Sambil terus berdoa.
Visi misi : Rumah tangga yg sakinah mawadah warahmah Saling mengerti Visi misi menikah untuk menghindari fitnah zina dan perbuatan buruk yg tidak disukai Allah Saling membimbing ke jalan Allah dan belajar agama yg baik.
Pertanyaan ku yang mengikuti jawaban ikhwan sebelumnya.
__________
Aku,"Belum lama juga nggih, maaf sblm nya mau tanya lagi, niat menikah nya bukan karena umur nggih? maksudnya ga buru-buru menikah hanya karena umur sudah mencapai kepala tiga tadi?
Maaf, lalu bagaimana mencapai sakinah mawadah warahmah itu sendiri dalam rumah tangga? Dan seperti apa nanti mas menjadi qowwam/pemimpin dalam rumah tangga?"
___________
Perantara bilang, "Laki-laki itu cukup baik akhlaknya, sholat 5 waktu, tidak merokok, kerjaan ada, tidak punya riwayat penyakit yg membahayakan itu sudah cukup, karena tidak semua laki-laki nyaman diajukan pertanyaan seperti itu."
Lalu haruskah besok kalau taaruf lagi aku mengajukan pertanyaan umum saja? Yang umum itu seperti apa? Apa yang salah di diriku?
Lalu siapa yang salah? Aku atau pertanyaanku?
Lalu apa yang keliru? Cara bertanyaku? Atau cara berpikirku?
Mas-mas jodohku ( wkwkwkw ) kita ga usah taaruf yuks, bisa nggak langsung duduk berdua ngobrol bareng, cocok, khitbah, nikah.
Janjian dimana yuks wkwkwkwkwkw
45 notes
·
View notes
Text
Saat aku berumur 5 tahun, ibuku selalu mengatakan kepadaku bahwa kebahagiaan adalah kunci hidup. Saat aku bersekolah, mereka menanyakan cita-citaku saat besar nanti. Aku menulis 'bahagia'. Mereka mengatakan kepadaku bahwa aku tidak memahami tugas tersebut, dan aku memberi tahu mereka bahwa mereka tidak memahami kehidupan.
#ibu#kehidupan#kebahagiaan#happiness#happy#bahagia#hidup#quotes#life#quote#positif#motivasi#inspirasi#edukasi#kata bijak#wisdom#semangat#sekolah#harapan#keluarga#family#quote of the day#saying#remaja#self reminder#mindset#refleksi#pendidikan#selfreminder#self love
6 notes
·
View notes
Text
Proses Pernikahan, dan Pernak-Pernik Didalamnya
Ketika sedang menjalani proses taaruf dengan suami, Umi berkali-kali ingatkan.
Banyakin tilawah, banyakin istighfar, kamu gak akan tau kedepan ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan. Jangan terlalu membulatkan keyakinan pada pilihan yang kita ambil, tetap serahin ke Allah apapun hasilnya. Masa-masa seperti ini harus deketin diri banget ke Allah.
Dan setelah membaca CV, mengobrol dengan suami lewat zoom karena tidak bisa pulang ke Indo, Umi kembali mengingatkan.
Menikah itu bukan karena berlandaskan pada deret prestasi pendidikan yang dimiliki. Bukan karena prestisiusnya pekerjaan. Umi memberikan restu melanjutkan karena melihat sepak terjangnya bareng Quran dan komitmen dia dalam berbakti kepada ibunya, juga karena dia tetap mengikuti pembinaan.
Jangan sampai menyandarkan pilihan dalam pernikahan pada urusan dunia. Kamu harus luruskan niat terus agar menikah karena kebaikan agama yang dia punya.
Saat itu aku hanya anggukan kepala dengarkan nasihat Umi. Tapi sekarang, ketika menemani teman-teman menjalani proses pernikahan mereka, maka nasihat Umi yang dikeluarkan.
Begitu banyak drama dan ujian hati dalam menempuh upaya menyatukan dua keluarga dan menyatukan dua kepala. Disatu sisi harus serius menjalaninya, di sisi lain harus memasrahkan apapun hasilnya dan siap dengan ketetapan takdir melanjutkan atau menyudahi.
Apapun hasil dari proses pernikahan yang sedang ditempuh, kita tetap sangat butuh Allah dalam setiap langkahnya. Maka mendekat pada Allah ketika menjalani proses pernikahan adalah resep jitu yang dengannya kita banyak temukan solusi dari ragam ujian yang datang.
Mendekat pada Allah tidak secara otomatis menghilangkan semua ujian, tapi mendekat pada Allah membuat kita tangguh menjalani ujian di hadapan.
Syawal dengan keramaian undangan dari kawan-kawan, bukanlah jadi perkara yang menggoyahkan keyakinan bahwa Allah akan sandingkan kita dengan pasangan yang ia mencintai Allah dan Allah amat mencintaiNya.
There must be, just wait
134 notes
·
View notes
Text
Pemilu ini adalah pemilu kedua gue nggak berafiliasi ke partai manapun. Tahun 2014, gue masih bergabung dengan harakah yang mengarah ke partai. Tahun 2019 gue sudah berhenti mengikuti harakah tapi gue ngikutin pemilu dengan rasa trauma ke partai berhaluan islam. Mungkin karena komunikasi publiknya partai islam waktu itu kurang baik. Jadi gue ngerasa pengambilan keputusan politik partai tersebut tidak akuntabel dan cenderung memaksakan taklid buta.
Tahun ini, semuanya dimulai dengan sikap netral, lebih tenang dan lebih objektif. Udah nggak ada rasa trauma ataupun rasa fanatik ke pihak manapun. Lebih ke ngerasa lega karena udah pelan-pelan mengenal diri sendiri. Semacam:
"Oh ini toh value yang gue pegang ketika sendirian?"
Tahun 2014, circle gue adalah orang-orang yang mendukung Prabowo. Tapi gue milih menggunakan hak suara tanpa memilih presiden dan nggak berkoar-koar karena menghormati orang-orang di sekitar gue. Meskipun pada waktu itu, gue juga sempat membantu mengawal suara. Tapi rasanya masih nggak sreg dan mengalami kebingungan untuk mengambil keputusan. Konon prinsip dasar fiqih memang mengajarkan memilih yang mudharatnya paling rendah. Akan tetapi waktu itu gue merasa semuanya satu toko cuma beda pintu aja. Jadi bagi gue, milih yang manapun akan sama. Tahun 2019, masih sama. Masih bingung juga. Nggak mantep buat milih. Hari ini, gue udah nggak merasa bingung karena dua hal:
Para capres – cawapres menggunakan pendekatan kampanye yang berbeda. Gue punya banyak chanel untuk mempelajari visi dan misi cawapres. Jadi meskipun visi – misinya tidak sempurna, setidaknya arahnya bisa dibaca.
Ada banyak chanel dari lembaga independent yang membedah visi dan misi capres sesuai dengan kepakarannya. Contohnya Green Peace yang berfokus membahas isu lingkungan. Dari situ gue jadi paham capres mana yang menjaga lingkungan dan capres mana yang visi-misinya sangat ekstraktif.
Meskipun di belakang dua hal yang gue sebut tadi masih ada gerbong oligarki yang perlu dianalisa lagi, tapi setidaknya asas yang gue pakai bukan lagi asas lesser evil atau yang mudhorotnya paling minim. Dalam pemilu kali ini, gue memilih paslon karena keinget hadist:
"Jika kiamat hendak terjadi dan di tangan kalian ada biji tumbuhan, maka jika kalian sanggup menanamnya sebelum benar-benar terjadi kiamat, lakukanlah”. HR. Ahmad No. 12981
Segelap apapun sistem yang kita hadapi, jika kita melihat potensi kebaikan di depan mata, mari kita rawat potensi tersebut sambil banyak berdoa. Semoga kebaikan tersebut tumbuh dengan baik. Gue nggak melihat pemilu ini sebagai satu momen saja. Sebagai bagian dari masyarakat, gue melihat pemilu sebagai tolak ukur kecerdasan komunal kita. Mana celah yang perlu banget kita perbaiki. Mana kebaikan yang perlu kita syukuri.
Ketika bicara kecerdasan komunal, gue nggak mengacu pada secanggih apa teknologi yang kita punya. Tapi lebih pada bagaimana kita punya perangkat budaya yang menumbuhkan sekaligus memberi rasa aman kepada semua orang termasuk masyarakat lemah dan rentan hingga manusia yang paling miskin pun tetap bisa hidup dan bertumbuh dengan baik sebagai manusia. Punya waktu untuk berpikir. Bisa belajar untuk menjadi lebih baik.
Gue nggak bilang orang-orang miskin nggak bisa bertumbuh jadi manusia dan orang kaya pasti bisa jadi manusia yang baik. Tapi tiap gue ngelihat kehidupan kita sekarang, ada banyak skenario yang memungkinkan manusia tidak bisa bertumbuh dengan baik. Contoh sederhana:
Ada masyarakat menengah yang terjebak kemacetan setiap hari cukup lama sehingga waktu bersama keluarga mereka berkurang. Setiap harinya diberatkan dengan urusan-urusan keuangan. Boro-boro upgrade diri. Otak nggak pernah tenang dan semuanya dihadapi dengan survival mode.
Sama halnya dengan yang miskin. Pendidikan tinggi nggak aksesibel. Ruang hidupnyapun bisa terancam sewaktu-waktu. Belum lagi jika kita melakukan gaslighting dan menertawakan orang-orang yang saking lamanya hidup di survival mode sampai money politics pun kerasa gampang banget masuk ke mereka.
Ini celah peradaban kita. Setiap kali mendesain dunia dalam game, gue selalu berpikir masyarakat seperti apa yang ada di sana? Disiplin ilmu seperti apa yang tumbuh di dalamnya? Apakah mereka punya sistem pemerintahan yang egaliter dan stabil? Jika kita ingin sistem yang egaliter dan stabil, kita harus bagaimana?
Sama halnya dengan dunia nyata. Meskipun variabel bebasnya jauh lebih banyak ketimbang di game, tapi gue belajar juga buat berpikir secara sistem. Let’s say gue muslim yang pengen berkontribusi ke masyarakat dengan warna keislaman gue, gue harus belajar apa agar tidak terjebak ke fanatik buta? Waktu baca buku The Art of Thinking Clearly, gue jadi nyadar bahwa skeptis sama keadaan itu tidak buruk. Justeru kita harus terus menerus skeptis dan kritis sampai kita bisa berpikir dengan jernih. Membedakan mana kekhawatiran yang beneran khawatir, mana kekhawatiran yang dipicu trauma. Lalu menganalisa kekhawatiran tersebut sampai nemu akar masalahnya.
Yang gue khawatirkan hari ini ada banyak. Utamanya karena gue akademisi. Gue khawatir kalau pendidikan tinggi makin susah dijangkau. Kita tahu dengan berubahnya perguruan tinggi jadi PTN-BH, perguruan tinggi seperti punya dua peran sekaligus. Punya peran sosial dengan meringankan UKT Masyarakat miskin sekaligus jadi perusahaan yang dituntut banyak cuan. Padahal skill set dosen atau leader di setiap kampus tuh nggak banyak yang mengarah ke entrepreneurship. Lagi pula membangun Perusahaan itu ya nggak semudah yang kita bayangkan. Pada akhirnya, ada banyak kampus yang masih bergantung pada UKT sebagai sumber pendapatan utama.
Kedua? Gue khawatir kalau ruang hidup Masyarakat rentan tergerus. Pengen menulis ini lebih panjang tapi kok nggak nyaman wkwk. Sebenarnya kekalahan paslon yang gue pilih tuh udah terlintas di benak gue setelah membaca banyak prediksi dan melihat data demografi di Indonesia. Gue nggak pengen nyalahin masyarakat rentan. Nggak pengen menyalahkan akademisi yang dianggap hanya duduk di menara gading.
Akademisi kita sebenarnya sudah banyak yang berjuang. Kalau dibilang “bahasa yang digunakan terlalu intelek dan ndakik-ndakik”, gue sendiri nggak sependapat. Kita kadang-kadang perlu belajar mencerna informasi yang kompleks. Nggak boleh juga kita merendahkan: “Masyarakat kelas bawah pasti nggak mampu ngerti”
Arah jangan begitu. Kalau pakar menjelaskan dengan bahasa yang kompleks, jurnalis yang perlu mengolah biar bahasanya lebih dipahami khalayak. Salah satu hal yang perlu diperbaiki di peradaban kita hari ini adalah jurnalismenya. Keberpihakan kepada Masyarakat rentan belum menjadi arus utama di media.
Meskipun hari ini pola kampanye dialogis masih belum bisa membuat para paslon menang, gue tetap bersyukur. Bagaimanapun pemaparan visi dan misi adalah sesuatu yang perlu diapresiasi.
Sisanya?
Hidayah itu ada yang tiba-tiba datang ke hati manusia. Ada yang datangnya memang perlu dijemput atau dikondisikan. Dengan menata pola pikir Masyarakat, berarti kita membantu memudahkan banyak orang untuk mendapatkan hidayah. Menata pola pikir masyarakat itu bukan memaksakan mereka mengikuti pola pikir kita. Tetapi lebih ke bagaimana kita mengembangkan instrument budaya yang memberi ruang untuk berpikir, membantu masyarakat untuk memperkecil bias, hingga orang yang bisa berpikir jernih semakin banyak. Kita tidak akan bisa sampai pada ketaatan selevel nabi Ayyub A.S. Tapi gue berharap seberapapun miskinnya kita, semoga Allah tetap mendekatkan kita pada kebenaran dan memampukan kita untuk memperjuangkan hal-hal baik.
Gue paham banget bahwa kemiskinan itu membatasi banyak hal. Termasuk imajinasi. Di negara kita, kemiskinan bahkan menghambat manusia meraih pendidikan dan pekerjaan yang layak. Maka jihad-jihad kita tuh selain bikin kajian tentang hal dasar beragama, kita juga perlu membentuk masyarakat yang melek undang-undang dan hak mereka. Paham negara ini harus diarahkan kemana. Paham betapa dampak kota car-centric terhadap kemanusiaan. Paham gimana dampaknya RUU Ciptaker. Beneran. Pemahaman tentang hal-hal semacam ini tuh juga bis akita sebut hidayah. Karena apapun yang bisa memberi kita inspirasi untuk menjauhkan manusia dari keburukan dan mendekatkan manusia pada kebaikan, bisa kita sebut hidayah.
Mungkin kita akan menghadapi musim dingin beberapa waktu. Tapi semoga Allah menjaga kita semua. Semoga kelak kita bisa bernegara dengan lebih baik. Bertumbuh, sejahtera dan punya banyak resource untuk berbuat baik :")
117 notes
·
View notes
Text
Jika harus mengalirkan pikiran saat ini, yang kupikir adalah; betapa ‘buntu’ dan jauh berbedanya diriku dengan dahulu.
Dahulu, aku menulis dengan cukup lancar, tenang, pemilihan diksinya lebih baik, namun sekarang rasanya cara menulisku cenderung seperti bagaimana aku bicara di dunia nyata. Bahasanya agak belepotan ketika nulis. Kadang formal kadang informal, tidak konsisten.
Rasanya sedih dan bisa kumaklumi sebetulnya. Karena aku tidak banyak mengonsumsi buku seperti dulu. Bisa dibilang dulu cukup rajin baca. Buku-buku yang meng-influence gaya menulisku itu karyanya mas Kurniawan Gunadi, Tere Liye, M Aan Mansyur, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), dlsb—yang lainnya aku tidak ingat.
Ketika membaca buku-buku karya mereka, entah kenapa otakku langsung terpantik untuk nulis dan tanpa sadar nge-pick up gaya menulis mereka walau isi tulisannya masih based on refleksinya aku :’)
Kalau baca tulisan-tulisan lama, sekitaran 2020 ke bawah, aku cukup kagum dengan seberapa mengalir dan seberarti itu tulisan-tulisanku. Tidak apa-apa kalau tulisan-tulisanku tidak berhasil ‘menyentuh’ hati orang lain. Yang jelas, ia masih bisa menyentuh hatiku meski dengan keadaan yang tidak sama (sudah berbeda fase).
Dipikir-pikir, fase berumahtangga khususnya untuk perempuan, sebegitu jet-lag nya ya…
Benar-benar perubahan besar dan butuh kemampuan adaptasi yang luar biasa. Kondisi batin dan mental ‘harus’ sehat, jiwa tenang, punya bekal ilmu. Keempat hal ini yang akan sangat membantu kita untuk bertahan difase motherhood.
Ketika aku bicara seperti ini, bukan berarti peran pengayoman dari suami itu kurang atau nihil. Tapi semacam ‘pasti akan terjadi’ dan dialami juga sih, khususnya untuk sebagian besar perempuan. Mungkin diluar sana ada perempuan yang merasa ‘biasa saja’ atau baik-baik aja dengan segala tantangan pasca menikah dan memiliki anak. Entah karena ia berasal dari keluarga yang pengasuhannya baik sehingga tidak memiliki luka pengasuhan didirinya, atau karena punya suami yang support segala hal & mempersiapkan sarpras terbaik untuk istrinya.
Yang jelas, perubahan besar difase tersebut tidak bisa dihindari. Harus dihadapi meski dengan berbagai ‘penurunan kualitas’ dibeberapa aspek. Termasuk aspek ibadah. Kalau aku menyebutnya mungkin lebih ke ‘futur’ kali ya.
Karena kualitas ibadah maupun kuantitasnya tidak semantap dahulu. Ada beberapa penyesuaian terhadap durasi dan waktu. Meski sebetulnya bukan berarti berkurang kesempatan ibadahnya, melainkan berubah menjadi “berbagai bentuk” dan “cara” yang nilainya sama dengan ibadah jika diniatkan demikian.
Perlu kesadaran dan keterhubungan hati antara yang dilakukan beserta niat & tujuannya.
Duh jadi kemana-mana ini aku nulisnya..
Yang jelas, saat ini kepalaku sedang berisik. Dan aku coba tenangkan dengan mengalirkan satu persatu kecemasan dan pemikiran yang bersarang lama disini. Semoga segera tersingkap kabut gelisahnya, hingga angin segar dan ketenangan itu mampir sering-sering.
Sebab.. aku butuh tenang untuk bisa mengasuh anakku dengan lebih baik.
Ia butuh Ibu yang ‘berbahagia’ dan berkesadaran dengan dirinya sendiri. Sehingga waktu cemasnya sirna dan digantikan dengan waktu yang instensif untuk mempelajari hal baru. Termasuk mempersiapkan langkah selanjutnya untuk pengasuhan & pendidikan anak dijenjang usianya.
Doakan aku teman-teman :)
Kudoakan yang terbaik dan penguatan untuk teman-teman juga!
Tangerang, 27 Oktober 2024 | 11.49 WIB
24 notes
·
View notes